@rinjani_01
Di bawah sana, mungkin mereka fans dari artis atau merek lipstik yang berbeda. Tetapi di atas gunung mereka akan rela bernaung di bawah atap yang sama. Mengapa?
Saudari Pendaki Cantik, apa kabar? Sapaan akrab seperti itu sering diungkapkan antar sesama pendaki yang pernah berteduh di atap yang sama, mendaki sebuah gunung dalam satu tim yang sama. Keakraban itu tentu tidak tercipta begitu saja, namun terbangun selama pendakian dan akhirnya bertahan hingga bertahun-tahun kemudian, bahkan hingga usia tua. Bagaimana itu bisa terjadi?
Seperti yang disinggung sebelumnya, rasa persaudaraan itu tidak tercipta begitu saja, namun perlahan-lahan terbentuk selama perjalanan mendaki. Tentang bagaimana hal itu bisa terjadi, sepintas telah disinggung di artikel sebelumnya: "Mendaki? Ini Sharing 13 Pendaki Cantik." Kali ini, penjelasan tentang hal itu akan disharingkan lebih terperinci lagi. Yuk, kita simak bersama, bagaimana membangun keakraban dalam sebuah tim.
Kesadaran Sebagai Rekan Satu Tim Pendakian
Saat berkenalan untuk pertamakalinya dalam tim pendakianmu, kamu akan menyadari bahwa inilah orang-orang yang akan bersamamu mendaki ke puncak. Mereka-lah rekan seperjalanan yang akan menemani dan turut menjagamu sepanjang perjalanan, mulai dari berangkat naik hingga kembali turun.
Kenalilah anggota timmu satu persatu sehingga kamu bisa mendapat gambaran tentang latar belakang, karakter, ketahanan, dan kemampuan masing-masing. Hal ini sangat bermanfaat dalam pembagian tugas selama pendakian. Selain itu, dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan satu sama lain, kalian juga dapat saling mendukung dan melengkapi sepanjang perjalanan.
@ridhocodoik
Solidaritas dan Sportifitas Adalah Kunci
"Puncak hanyalah bonus" adalah ungkapan yang sering dilontarkan di kalangan pendaki. Mendaki bersama dalam sebuah tim bukanlah bertujuan untuk 'memudahkanmu' agar bisa sendirian atau lebih dahulu mencapai puncak. Kesuksesanmu dan tim hanya tercapai saat semua rombongan sudah sampai di puncak dan turun dengan selamat.
Karena itulah, kegiatan mendaki juga sekaligus menjadi ajang pengendalian ego pribadi. Saat kamu bersedia menanjak lebih pelan untuk bisa menunggu rekanmu yang kecapaian, atau saat kamu rela kehilangan sunrise karena sahabatmu terlalu demam jika harus berangkat kelewat subuh di situlah sportifitas dan solidaritasmu diuji.
@rimaseliyani
Berteduh di Bawah Atap Langit yang Sama
Di alam liar (terbuka), perasaan saling membutuhkan satu sama lain dan kesadaran bahwa kita adalah sesama makhluk ciptaan akan sangat besar. Hal itu pula yang kemudian menjelaskan mengapa para pendaki banyak mengesampingkan perbedaan latar belakang ekonomi, agama dan suku bangsa. Saat batas-batas itu terkikis, keterbukaan antar-sesama akan muncul.
'Di bawah sana', mungkin mereka adalah fans dari artis atau merek lipstik yang berbeda. Tetapi 'di atas sini', mereka akan saling terbuka dan berbaur antara satu dengan lainnya: makan dari satu nesting yang sama, tidur dalam tenda yang sama, dan bahkan minum dari botol yang sama. Semua adalah saudara.
Percaya atau tidak, dengan mendaki dalam sebuah tim dan sama-sama menyadari pentingnya ketiga hal tadi, kamu bakalan kangen satu sama lain. Pasti akan berat rasanya berpisah setelah turun gunung, padahal kalian baru bertemu beberapa hari lalu. Ya, bahkan di setiap pendakian, kamu akan selalu menemukan kenalan baru, sahabat baru, keluarga baru.
Siapa keluarga barumu dari pendakian sebelumnya? Kenapa setelah turun gunung kalian merasa mendapat saudari yang baru dan saling kangen satu sama lain untuk mendaki bareng? Berbagilah di kotak komentar atau kirimkanlah cerita tentang suka-dukamu.
Berikut adalah salah satu kiriman seorang Pendaki Cantik tentang pengalamannya mendapat sahabat sekaligus keluarga baru kala mendaki ke puncak gunung:
"Kau dari selatan dan aku dari utara. Tak terbayangkan untuk bertemu dan saling mengenal.
Ah, di pendakian ini awal kita bertemu, menyapa, dan saling mengenal. Bernaung di bawah atap yang sama, di rerimbunan awan dan diintip kerlip bintang-bintang malam.
Kini dan selamanya, kau akan menjadi saudaraku, saudara seperjalanan. Saudara sependakian. Kau akan selalu melekat erat di benakku sepanjang memori perjalanan hidupku.
Suatu hari nanti kan kuajak kau lagi untuk kembali pada tempat asal kita. Tempat awal kita bertemu, bertutur, dan berkisah. Di sini. Ya, di pendakian ini."
Kontributor: Rana || Editor: Sriendra
Baca juga : BELAJAR DARI ALAM
0 Response to "BERTEDUH DI BAWAH ATAP LANGIT YANG SAMA"
Post a Comment