“Gak ada kegiatan lain apa? Kok selow banget hidumu naik gunung melulu?”
Mendaki gunung memang bukan untuk semua orang. Aktivitas yang satu ini memaksa penikmatnya mengeluarkan banyak kemampuan dalam satu waktu yang tak begitu panjang. Ketahanan fisik menghadapi etape panjang diuji, digempur trek melelahkan di bawah sinar matahari membuat seseorang menampilkan sifat asli. Belum lagi drama penyatuan visi dengan rekan satu tim pendaki.
Tidak semua orang bisa mengerti apa yang jadi candu dari kegiatan satu ini. Hanya penggiatnya yang mampu menjelaskan bagaimana magisnya pengalaman yang dialami. Orang boleh berpendapat apa saja – tapi sampai kapanpun, gunung dan pendakian tetap akan membuat pelakonnya jatuh hati.
Rasa ingin menyerah kadang muncul di kepala. Saat udara sedang dingin-dinginnya, waktu kaki dan bahu mulai kebas menahan beban yang ada.
Rasa ingin menyerah kadang muncul di kepala via journalkinchan.blogspot.com
Trek Cemoro Kandang Gunung Lawu bisa terasa ringan, jika dihela bersama kawan-kawan sepermainan. Sementara di lain kesempatan, selepas patah hati habis-habisan, perjalanan dari Pasar Bubrah ke Puncak Merapi membuatmu merasa kepayahan.
Di tengah trek yang terkenal kejam, pelan-pelan kita belajar seni menguatkan diri. Bagaimana membujuk kaki, otak, dan hati agar berjuang lebih keras lagi. Dalam udara dingin yang membuat langkah serasa ingin berhenti, akan kita sadari betapa kerdilnya diri ini. Alam raya membuat kita ingin menunduk takzim, menyerahkan diri.
Tapi semua terbayar saat pendar lampu tertangkap mata. Atau waktu puncak bisa terjamah setelah perjuangan berjam-jam lamanya.
Waktu puncak bisa terjamah, bahagia rasanya via journalkinchan.blogspot.com
Di tengah perjalanan yang melelahkan, di antara seruan:
“Satu bukit lagi!”, “Break dong, capek banget nih!”, “Kiri hati-hati, ada jurang.”
Melihat pemandangan di bawah sana rasanya membuat perjuangan berjam-jam lamanya terasa impas sempurna. Diberi kesempatan melihat kenyataan seindah ini, adakah yang tidak harus disyukuri sebagai manusia?
Sesungguhnya bagaimana bisa tidak jatuh hati? Jika setiap pendakian selalu meninggalkan kesannya sendiri.
Bagaimana bisa tidak jatuh hati? via journalkinchan.blogspot.com
Selepas mendaki, kamu tidak akan jadi orang yang sama lagi. Ada hati yang lebih tabah menghadapi beragam situasi. Kaki yang digeber dalam langkah-langkah panjang seperti memiliki kompasnya sendiri. Keputusan yang diambil pasca turun gunung membuatmu lebih mendengarkan kata hati, kamu tak akan lagi gegabah hanya karena ingin menang sendiri.
Terima kasih gunung, pendakian – dan segala turunannya untuk perkawanan dan pengalaman yang kau beri.
Posted by : exsplorergunung
0 Response to "KAMU NGAPAIN SIH NAIK GUNUNG?"
Post a Comment