shelter3indonesia - Ada benarnya jika ada opini yang mengatakan bahwa, mendaki gunung tak jauh berbeda dengan kehidupan.
Dalam sebuah kalimat singkat yaitu, mendaki gunung adalah sebuah bentuk latihan dalam menghadapi kehidupan yang nyata ( “EXERCISE FOR FACING THE REAL LIFE” )..
Dalam sebuah pendakian rintangan yang sering kita hadapi yaitu melewati dengan langkah terseok-seok dan napas senin kemis tanjakan-tanjakan yang terjal, hingga kita hampir menyerah, terkadang juga kita menyusuri jalanan di tepi jurang, harus hati – hati melangkah karena jika tidak, kita bisa terpeleset. Ketika terpeleset mampukah kita melanjutkan perjalanan, atau memilih mundur dan turun untuk selanjutnya pulang dan kapok untuk mendaki gunung lagi.
Terkadang tidak jarang harus melewati turunan yang curam, terkadang hanya padang ilalang datar ratusan meter. Terkadang harus berhenti untuk melepas lelah setelah perjalanan panjang.
Seperti halnya hidup, ketika menempuh perjalanan kita banyak mengeluh karena lelah atau menikmati saja pemandangan sekitar. Itu adalah pilihan. Dengan jalur yang sama, beban yang sama, sikap pendaki satu dengan yang lain tentu akan berbeda. Beratnya beban di punggung adalah bekal kita. Tidak murah memang segala bekal kita namun sangat sepadan dengan apa yang akan kita nikmati selama mendaki gunung.
Sesekali kita membutuhkan orang lain untuk berpegangan ketika melewati titian. Terkadang kita harus mempercayakan nyawa kita kepada teman kita ketika kita perlu memanjat bagian gunung berupa tebing yang curam. Sesekali kita membutuhkan teman kita untuk memasang tenda. Sesekali kita membantu merawat teman yang sakit atau cidera dalam pendakian.
Terkadang kita membawa bekal yang “mewah” , makanan import, sosis, jeruk mandarin,kentucky, French Fries, celana bermerk dari Perancis, daypack bergambarDoraemon agar dikira buatan Jepang, sepatu gunung dengan harga enam digit dsb. Terkadang pula kita membawa tas ransel buatan pasar yang isinya sarung, nasi yang agak basi, sandal japit lokal harga empat ribuan, tenda bekas Pramuka yang sudah kumal, dsb.
Di gunung kita hanyalah penumpang, numpang lewat, numpang tidur, numpang buang air. Sering terjadi hal – hal di luar akal sehat dan logika ketika kita tidak mengindahkan “tata krama” di gunung. Disadari atau tidak, percaya atau tidak, hukum sebab akibat, berlaku sebagaimana kehidupan sehari – hari. Bagaimana kita menempatkan diri di gunung, terhadap penduduk setempat, terhadap pepohonan, sungai, satwa, dan sebagainya merupakan gambaran bagaimana kita hidup sehari – hari. Bagaimana perilaku seseorang di gunung adalah perilaku sesungguhnya dia di kehidupan sehari – harinya.
Satu pendaki dengan pendaki lain berbeda pandangan mengenai pendakian yang berhasil.
Si A berpandangan pendakian yang berhasil adalah jika dia telah sampai di puncak walau mungkin teman – teman se – timnya tidak berhasil. Si B berpandangan pendakian yang berhasil adalah jika seluruh anggota tim berhasil ke puncak bagaimanapun caranya. Ada yang lebih senang mendaki sendirian, karena berbagai alasan, tidak mau merepotkan orang lain, lebih bebas sendirian, tidak mau direpotkan orang lain, sok berani, dsb. Ada yang lebih suka dalam kelompok kecil karena bisa saling membantu, saling ketergantungan, mudah diatur – atur, dsb.
Ada yang mendaki dengan menikmati keseluruhan perjalanan dari belanja hinggapuncak, hingga turun lagi, ada yang berprinsip bersakit – sakit dahulu ( perjalanan berat, bawaan banyak, bekal lebih dari cukup ) bersenang – senang kemudian ( baru di puncak bisa menikmati naik gunung, keberhasilan katanya, bongkar bekal, dan pesta ), ada yang dari awal sampai turun lagi hanya mengeluh karena mendaki gunung karena terpaksa, ada yang hanya iseng dan ikut – ikutan, dsb.
Dan di atas sana, di tengah – tengah angin yang menderu – deru, di antara jurang yang berujung kelam, omong kosong bila kau tidak bicara tentang Tuhan meskipun lebih sering tidak terucap secara verbal atau berterus terang keluar dari mulut kita. Kita akan menyadari seberapa kecil dan lemahnya diri sendiri di tengah hamparan luas alam semesta yang membentang tanpa batas .
Akhir cerita, coba kita bersama meresapi makna kata-kata bijak seorang Lord Robert Boden Powell ( Bapak Pandu Dunia ) mengatakan :
"SUATU NEGARA TAK AKAN KEHABISAN PEMIMPIN JIKA DI DALAM NYA MASIH TERDAPAT ANAK MUDA YANG MEMILIKI KEBERANIAN MENDAKI GUNUNG TINGGI SERTA MENJELAJAHI SAMUDRA NAN LUAS"
Posted by : Estepe(@Estetikaetikapendaki)
0 Response to "EXERCISE FOR FACING THE REAL LIFE "
Post a Comment