loading...
loading...

SEBUAH INTROSPEKSI INTERNAL : KELEMAHAN PENDAKI GUNUNG


Kelemahan pendaki gunung ini yang terjadi bagi kebanyakan pendaki gunung, dan memang tidak semua pendaki gunung. Ada juga yang kuat berprinsip mendaki gunung selain hobby juga karena demi alam yang disambanginya. Tentang kelemahan ini adalah yang terjadi di gunung sejauh ini. Jadi kami tidak memvonis semata tanpa bukti dan kenyataan, tetapi memang inilah yang terjadi, masih lemahnya para pendaki gunung dalam berwawasan alam dan lingkungan.

Siapa yang punya andil besar mencemarkan sejumlah gunung? Jawabannya jelas pendaki sendiri. Bukankah yang biasa melakukan kegiatan mendaki gunung itu pendaki. Jadi rasanya tak etis menuding pihak lain atau mengarahkan jari telunjuk ke wajah lain. Kebiasaan mencemarkan gunung itu adalah satu dari kekurangan yang diperbuat pendaki gunung.

Pencemaran sejumlah gunung populer bukan hanya terjadi di Tanah Air. Sejumlah gunung di mancanegara dengan tingkat pendakian tinggi, termasuk Everest pun tak luput dari sampah. Bahkan atap dunia itu pernah mendapat julukan sebagai tempat sampah tertinggi di bumi. Mulai dari sampah bekas tabung gas, peralatan pendakian dan kemah, kotoran pendaki sampai mayat pendaki yang tewas. Tapi tidak semua gunung populer yang tercemar. Buktinya ada beberapa gunung di negara lain yang setiap tahun didaki oleh ribuan pendaki, ternyata tetap bersih dan asri, bebas sampah.

Ini membuktikan bahwa gunung bisa terbebas sampah meski jalurnya gemuk ( padat ) pendaki asal setiap pendakinya mengindahkan nilai – nilai konservasi yakni mematuhi aturan bahwa gunung bukanlah tempat sampah. Caranya dengan menurunkan kembali sampah sendiri yang dibawa selama pendakian. Bila ternyata dilanggar, rasanya dia termasuk dalam barisan pendaki yang tercela.

Kelemahan yang dibuat oleh pendaki – pendaki gunung tak bertanggungjawab:

1. ANDIL MENCEMARI LINGKUNGAN GUNUNG

Melakukan berbagai bentuk pencemaran di gunung selama pendakian seperti membuang sampah ( tidak membawa turun sampah yang dibawanya ), mengotori sumber mata air, dan atau membawa barang / zat yang mencemarkan bumi, air, dan udara dalam jangka lama.

2. IKUT MERUSAK KEASRIAN GUNUNG

Melakukan bermacam pengrusakan seperti mencorat – coret batu, batang pohon, pos shelter ( vandalisme ), menebang pohon tanpa batas, mengambil flora dan fauna langka dan khas gunung setempat, bertindak sembrono hingga mengakibatkan kebakaran hutan, savana dll seperti membuang puntung rokok yang masih menyala sembarangan, dan lalai mematikan dengan seksama bekas api unggun atau memasak.

3. MEMBAWA ‘SAMPAH’ PRIBADI

Mengikut sertakan perilaku negatif dari tempat asal / kota ke gunung seperti membawa minuman keras dan meminumnya hingga lupa diri, mengenakan pakaian yang kurang sopan hingga jadi pusat perhatian dan omongan, bergaya ke kota – kotaan, angkuh, individualitis, dan sok pamer hingga secara tidak langsung mencemari dan merusak budaya penduduk di kaki gunung setempat.

4. EKSPEDISI TIDAK RAMAH LINGKUNGAN

Melakukan ekspedisi seperti membuat jalur pendakian baru tanpa mengindahkan nilai – nilai konservasi. Semata hanya mencari sensasi, prestasi, dan atau keuntungan pribadi. Seenaknya membabat hutan, kemudian mengajak pendaki – pendaki baru untuk menggunakan jalur tersebut lalu mengkomersialkannya.

5. MENGADAKAN PENDAKIAN MASSAL NON KONSERVATIF

Membuat pendakian dengan peserta dalam jumlah besar tanpa berkonsep konservatif. Justru hanya memindahkan sampah pribadi dan kelompok ke gunung hingga kian memparah pencemaran dan pengrusakan gunung.

6. MEMBERIKAN DATA YANG KELIRU

Memberikan informasi yang salah mengenai sejarah, karakter gunung, dan hasil pencatatan perubahan terbaru baik ketinggian puncak gunung dan lainnya.

7. BERSIKAP MASA BODOH

Tidak menghargai adat istiadat maupun kearifan lokal, aturan tidak tertulis atau tabu penduduk setempat dalam menjaga keasrian alam gunung. Masa bodoh melihat pendaki melakukan pencemaran dan mendiamkannya.

8. PASIF

Berdiam diri, tidak peduli soal pencemaran dan pengrusakan yang dilakukan oleh pendaki. Menganggap masalah tersebut adalah urusan LSM lingkungan, penjaga taman nasional, porter, dan lainnya. Padahal pendaki yang punya andil besar terjadinya persoalan tersebut.

9. MENCARI KEUNTUNGAN SEMATA

Hanya mencari keuntungan dari kegiatan mengorganisir pendakian atau hanya sekadar mendapatkan kenikmatan mendaki ( mountain climbing just for fun ), tanpa melakukan dan atau berperan aktif mensosialisasikan pendakian bernilai konservasi.

10. TIDAK MEWARISI PENGETAHUAN TENTANG PENDAKIAN KONSERVATIF

Hanya mewarisi semangat mengajak mendaki gunung kepada orang – orang baru dengan berbagi cara, tanpa dibarengi semangat melakukan dan mensosialisasikan pendakian konservatif. Akibatnya lahir generasi pendaki yang antipati lingkungan. Dengan kata lain hanya membentuk mental pendaki senang – senang bukan pendaki konservatif .

Kelemahan – kelemahan pendaki di atas mungkin pernah dilakukan oleh kita saat mendaki, baik disengaja ataupun tidak. Untuk menebusnya cukup mudah. Tidak melakukan pencemaran dan pengrusakan lagi dan ikut aktif menyuarakan semangat pendakian konservatif di gunung manapun dan kapanpun. Jadi, sepagi mungkin kita hindari perbuatan tercela tersebut di atas.

#salamlestari


Posted by : Estepe (@Estetikaetikapendaki)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SEBUAH INTROSPEKSI INTERNAL : KELEMAHAN PENDAKI GUNUNG"

Post a Comment