Junko Tabei ( Woman of steel )
JUNKO TABEI BERPENDAPAT BAHWA :
- MENDAKI GUNUNG BUKANLAH SEBUAH OLAHRAGA KOMPETISI, NAMUN MERUPAKAN SEBUAH PERJALANAN YANG HARUS DITEKUNI SELANGKAH DEMI SELANGKAH MENURUT KEMAMPUAN MASING-MASING INDIVIDUNYA.
- MENDAKI JUGA BUKANLAH SEBUAH PACUAN, BAIK DENGAN MANUSIA, WAKTU MAUPUN DENGAN ALAM. TAPI PADA HAKIKATNYA ADALAH SEBUAH PROSES MENIKMATI ALAM ITU SENDIRI. MAKA INILAH YANG MAMPU MEMBUAT SETIAP PENDAKI SEMAKIN MENYUKAI PENDAKIAN GUNUNG
PROFIL SINGKAT JUNKO TABEI :
Shelter3 - Tabei lahir di Prefektur (semacam kota kabupaten) Fukushima, Jepang, tahun 1939. Tubuhnya mungil dan terlihat rapuh, dibandingkan teman-teman sebayanya. Namun seorang guru di sekolah mengajaknya mendaki Gunung Asahi dan Gunung Chausu, yang pemandangannya terkenal indah. Pengalaman tersebut begitu berkesan bagi Tabei dan sejak saat itulah ia tertarik pada pendakian gunung.
Setelah lulus dari Universitas Wanita Showa, ia membentuk klub pencinta alam dan pendaki gunung wanita (Ladies Climbing Club Japan/LCC) tahun 1969. Setelah menikah, ia (bersama sang suami) tetap melanjutkan hobi memanjat gunung, antara lain Gunung Fuji di Jepang. Ia juga memanjat Gunung Matterhorn di Pegunungan Alpen, Swiss.
Perjalanan Junko ke Puncak Everest diawali dengan mimpi besarnya untuk menapakkan kakinya di puncak gunung tertinggi di dunia yang terletak di wilayah Nepal-China itu. Banyak yang mencibir dan menertawakannya. Pada awal 1970-an, tak ada yang percaya bahwa perempuan bisa mencapai tempat tertinggi di muka bumi! Ia harus menghadapi banyak penolakan dari calon-calon sponsor.
Perusahaan demi perusahaan menepis tawarannya. Namun hal itu tidak mematahkan semangat perempuan luar biasa ini. Hingga pada akhirnya, surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun dan stasiun televisi Nihon Television bersedia mendukung ekspedisi Junko ke Everest.
Ekspedisi dimulai tahun 1975. Junko yang telah mempersiapkan mental dan fisiknya secara maksimal, berangkat ke Kathmandu. Di sana, ia dituntun oleh pemandu lokal, untuk menyusuri jalur yang pernah dipakai oleh Sir Edmund Hillary dan Tenzing Norgay (pendaki Puncak Everest pertama) pada tahun 1953.
Pada pertengahan Mei, ketika berkemah di ketinggian 6.300 meter, tiba-tiba avalanche ( longsoran salju ) menimbun tendanya. Junko sempat kehilangan kesadaran selama enam menit karena tertimbun salju, hingga seorang pemandu menyelamatkannya.
Apakah Junko menyerah? Ternyata Tidak! Ia tetap bertekad untuk melanjutkan terus pendakiannya hingga badannya penuh luka dan memar. Ketika ia hampir tidak mampu lagi berjalan pun , Junko harus merangkak, merayap, dan terus berjalan dengan lututnya!
Sebelas hari setelah kejadian itu, Junko berhasil menjadi pendaki gunung perempuan pertama yang mencapai puncak Gunung Everest.
Setelah mimpi besarnya ini tercapai, Junko mengibarkan obsesi dan cita-cita besar lainnya yaitu : mendaki gunung di seluruh negara di dunia. Pada usianya yang ke-53 (tahun 1992), ia telah mendaki 69 gunung di berbagai negara. Ia juga tercatat sebagai wanita pertama yang mencapai Seven Summit yaitu tujuh puncak tertinggi di dunia.
Kini di usia tuanya, ibu dua anak ini melanjutkan kecintaannya pada alam dan gunung, dengan aktif dalam Himalayan Adventure Trust of Japan, sebuah organisasi global untuk kelestarian lingkungan alam di gunung-gunung.
0 Response to "MENDAKI GUNUNG BUKANLAH SEBUAH AJANG KOMPETISI & ARENA PACUAN"
Post a Comment